Sabtu, 13 September 2008

Gara-gara Pak Haji Thalib

Oleh Septina Ferniati
Gara-gara Pak Haji Thalib---Fenfen
Si sulung sedang senang-senangnya menghapal ayat-ayat Al-Qur'an. Heboh dan seru banget. Dia hapal beberapa surat yang lumayan panjang, dengan nada suara yang dilagu-laguin, entah lagu apa.

Selain sedang senang ke masjid dan jadi pembaca iqamat, dia juga rupanya punya cita-cita baru; penghapal ayat-ayat Qur'an. Wow, hebat! Untuk ukuran anak delapan tahun, cita-cita itu sungguh dahsyat.

Sayangnya, dia kadang-kadang masih marah, atau ketus, atau bahkan galak, yang bikin saya sebel dan merasa bahwa akhlak minusnya nggak sebanding dengan cita-cita hebatnya. Tapi semoga semua ini hanya proses, yang butuh waktu lama dan panjang, sampai suatu saat hatinya bisa selaras perbuatannya.

Biasa lah, saya kadang ingin dia instan baik, instan sadar, instan sabar, dan instan-instan lainnya, menggantikan galak, ketus, dan marahnya. Tapi seperti seorang temen bilang, "Masak nyuruh si Lalang sabar? Please deh, umurnya harus 25 taun dulu bo'!"

Sudah dua hari belakangan Ilalang suka banget baca surat At-Takatsur. Dia menghapalnya dengan instan. Saya bersyukur lha. Dia baca dengan nada aneh dan khas, seolah sedang melucu. Saya pikir dia baca surat itu sambil berusaha melucu, ingin bikin orang yang mendengarnya tertawa. Ternyata nggak. Dia bilang bacanya memang begitu, dan bukan untuk tujuan melucu. Ketika ditanya dari siapa dia belajar menghapal begitu cepat, dia bilang singkat, "Pak Thalib."

Pak Thalib sesepuh di Panorama, tersohor sebagai orang tua yang rajin ke masjid dan sering jadi imam salat. Dia juga jadi kenalan baik anak saya baru-baru ini, setelah anak saya rajin ke masjid. Dia menyebut anak saya sebagai calon remaja masjid. Kebayang kan akrabnya mereka berdua?

Saya tanya, "Emang Pak Thalib gitu ya baca Qur'annya? Nadanya aneh, naek turun, kayak orang mau tidur terus bangun lagi, tidur, bangun lagi." Anak saya semangat jawab, "Iya, emang gitu. Enak menurut Lalang mah, suka da' dengernya…" Matanya bersinar persis kayak kalau dia mendapatkan keinginannya.

Saya gak mau tanya-tanya lagi. Habis nadanya memang aneh, naik-turun, naik-turun, persis seperti orang yang sedang ngantuk lalu tersentak karena sesuatu hal dan terbangun karena kaget, begitulah pokoknya. Saya kurang sreg anak saya ikut-ikutan nada Pak Thalib itu.

Lalu saya tantang dia bikin nada lagu sendiri. Dia coba berkali-kali, tapi tetap nada Pak Thalib itu yang dominan, lagi dan lagi. Akhirnya dia capek dan bilang, "Udah ah nyari nadanya, Lalang mau kayak Pak Thalib aja baca Qur'annya. Lebih enakeun…"

Ya sudah. Berhari-hari saya dengar dia membaca ayat-ayat Qur'an dengan style baca Pak Thalib, sampai hampir bikin saya be-te. Sambil ngasuh adek, saat masak, atau santai, pokoknya hampir dalam setiap keadaan saya dengar dia baca Qur'an dengan nada naik-turun yang aneh. Apa boleh buat, itu pilihannya. Bahkan karena senang dengan nada Pak Thalib itu, akhirnya dia bisa hapal beberapa surat yang cukup panjang seperti At-Takatsur dan Al Ma'un hanya dalam waktu satu hari saja.

Saya mulai ngeh, anak saya pasti gampang hapal karena dia suka dan merasa klop dengan nada baca Qur'an yang dilagukan Pak Thalib. Dia jadi lebih giat baca dan menghapal ayat gara-gara itu.

Sekarang saya tantang dia untuk membaca arti suratnya. Dia melakukannya dengan sukarela dan tanpa syarat. Dan yang menakjubkan, saat semua orang hampir teler karena kecapean dan kenyang, dia sendirian baca Qur'an dengan artinya ditemani lampu baca 25 watt. Jelas takjub, dia kan agak penakut. Tapi berkat nada lagu baca Pak Thalib, Ilalang jadi jauh lebih berani.

Meskipun dia masih suka nyebelin, atau sengaja memicu pertengkaran dengan adek atau kami, perkembangan baru itu sungguh menyenangkan dan patut dibiarkan. Suami mengomentari, "Ayo Lang, setelah hebat ngapalin ayat, kamu juga brenti ngompol dong. Terus jangan suka marah lagi ya…

Ayo Nikmati Efek Dahsyat Membaca !!!

Oleh Agga Van Danoe
Setelah melakukan shalat dhuhur ke 9 di bulan Ramadhan 1429 H, Hernowo didapuk untuk menyampaikan materi ter”anyar”nya yaitu “Menulislah Agar Dirimu Mulia: Pesan dari Langit”. Buku ke 33 yang ditulisnya ini merupakan serangkaian buku tentang menulis lainnya yang sudah dituliskannya dalam usianya yang sudah memasuki kepala 4 ini.

Meskipun di Bulan Ramadhan, namun saya merasa menjadi salah satu orang yang paling beruntung untuk menyaksikan dan melihat semangatnya yang menggebu-gebu dalam menyampaikan materi yang ia tulis tersebut. Bahkan, sampai sekarang Hernowo Tak pernah berhenti dalam memberikan wawasan kepada setiap orang yang dijumpainya dalam setiap training atau ceramahnya. Ya, materi yang disampaikannya sebagian besar adalah tentang membaca dan menulis.

Dalam pemaparannya Hernowo mengungkapkan tentang pentingnya membaca. Kenapa Penting? Karena banyak orang yang menganggap bahwa kegiatan membaca itu dianggap sebagai sesuatu yang biasa dan tidak luar biasa, dahsyatnya membaca ini menurutnya jarang disentuh -terutama untuk orang-orang yang awam. Padahal wahyu pertama yang turun dari Allah kepada Rasulullah Saw adalah surat Al-'Alaq, yaitu Iqra.... (Bacalah).

Kalo saja kita sering meluangkan waktu, banyak hal yang dapat dimanfaatkan dengan membaca. Karena banyak sekali buku yang dengan jenis fiksi dan non fiksi (novel, biografi, sains fiction, psikologi, filsafat dll), yang memberikan dan menawarkan sesuatu yang baru. Begitu juga bagi Mas Hernowo. Dalam bukunya ini, beliau banyak menuliskan buku-buku dan para penulis yang mempengaruhinya. Ada Quantum Learning, Laskar Pelangi dgn Andrea Hirata, Harry Potter dgn JK Rowling, Dr. Howard Garrdner dengan teori Multiple Intelliegences, Rhenald Kasali, R.T. Kiyosaki, Stephen R. Covey dll. Ia merasa seperti diajak mengembara ke tempat-tempat yang jauh, dan memiliki banyak sekali kehidupan.

Menurut Edward Coffey -yang saya kutip dari buku membacalah Agar dirimu Mulia-
Kegiatan membaca yang dpt diselenggarakan secara kontinyu dan konsisten dapat menciptakan lapisan penyangga yang melindungi dan mengganti-rugi perubahan otak. Oleh karenanya proses membaca itu dapat menggantikan sel-sel yang mati di dalam otak kita karena tidak pernah dipergunakan, untuk kemudian menjadi sel baru yang lebih hidup.

Ketika Mas Hernowo memberitahukan tentang minat baca di Indonesia yang masih nol persen, salah seorang Audience di Mesjid Bio Farma merasa getir. Ia yang pernah merasakan hidup di Negeri Sakura, terkagum-kagum melihat semangat membaca masyarakat Jepang. Karena setiap hari, setiap saat, setiap orang yang ditemuinya, benar-benar tidak dapat dilepaskan dari buku. Dari mulai anak-anak sampai dengan orang dewasa. Dari mulai mengantri untuk mendapatkan kereta, menunggu panggilan di tempat praktek dokter, sampai dengan menunggu tibanya kereta di tujuan. Setiap orang terlihat bersemangat dalam membaca.

Budaya baca di Indonesia makin tergerus oleh media-media elektronik yang terus menerus menggempur kita. Bahkan dengan terus berkembangnya arus informasi serta teknologi, maka kebanyakan kita belum siap untuk mengantisipasinya. Seperti teknologi televisi misalnya, para pemilik stasiun televisi berlomba-lomba untuk mendapatkan jatah kue iklan untuk masing-masing stasiun tv-nya. Bahkan seringkali, banyak program tayangan mereka yang tidak mendidik. Kita-lah (para orangtua, para pendidik dan yang lainnya) yang harus memiliki filter agar mengalihkan kenikmatan menonton dengan kenikmatan membaca. Karena membaca -menurut mas Hernowo - adalah sebuah keterampilan sebagaimana memasak atau juga menyetir mobil. Dengan membiasakan membaca setiap hari selama 10-15 menit, tentunya kemampuan membaca kita akan terus meningkat.

Akhirnya setiap diri kita dituntut untuk dapat merasakan efek dahsyat dari membaca ini. Dan di dalam buku Membacalah Agar Dirimu Mulia ini, Hernowo memberikan semua informasi yang kita butuhkan tentang membaca. Bahkan saya sendiri merasa sedang kembali di charge untuk mengembalikan kenikmatan-kenikmatan itu agar kembali bersarang di dalam jiwa saya, sehingga dipenuhi oleh gairah-gairah membara.

Rayakanlah Kegiatan Membaca Anda.Berbanggalah Bahwa Diri Anda Telah Menjalankan Kegiatan Yang Mulia Teruslah Membaca. Hernowo. Salam, Agga

Jumat, 12 September 2008

JANGAN BUNUH OBAMA!

Author : Hermawan Aksan, Publisher : Mizan Publishing
• Daftar pembunuhan dan usaha pembunuhan Presiden AS
• Sejarah kekerasan dan rasisme dalam politik AS
• Pembunuhan tokoh-tokoh politik kulit hitam: Martin Luther King, Jr. dan Malcolm X
• Ancaman terhadap tokoh-tokoh kulit hitam yang mencalonkan diri sebagai presiden
Pemilihan Presiden AS 2008 berpeluang menjadi tonggak sejarah. Itu karena kemunculan Barack Obama sebagai kandidat kuat presiden. Jika Obama—campuran kulit hitam-kulit putih—terpilih, untuk pertama kalinya Amerika Serikat memiliki presiden kulit berwarna. Terlebih, kekhawatiran akan upaya pembunuhannya telah muncul.

Namun, belum lagi dia terpilih, kekhawatiran akan upaya pembunuhannya telah muncul.

Banyak kelompok dengan terang-terangan menunjukkan permusuhannya terhadap Obama: kaum rasis kulit putih, lobi Israel, kelompok neokonservatif, dan Kristen sayap kanan. Nobelis Sastra Doris Lessing pun menyuarakan kekhawatirannya akan nyawa Obama. Pemerintah AS juga memberikan pengawalan agen khusus bagi Obama jauh lebih awal ketimbang calon-calon presiden lainnya.

Akankah kekhawatiran itu terbukti? Apa pun hasilnya, pemilihan presiden kali ini akan menjadi batu ujian bagi pluralisme dan toleransi di AS.

"Jika Obama jadi presiden, hidupnya tak akan bertahan lama."
-- Bernard Hopkins, mantan juara dunia tinju

"Jika Obama terpilih jadi presiden, mereka akan membunuhnya."
-- Doris Lessing, Nobelis Sastra 2007

Negosiasi Politik Menjelang Helat Demokrasi

Oleh Aminuddin Siregar

Kevin Kennedi, penulis buku Negosiasi Yang Eefektif, berpendapat bahwa, negosiasi itu lebih merupakan suatu seni ketimbang ilmu pengetahuan. Sebab setiap orang dapat meningkatkan keterampilannya dalam melakukan negosiasi. Tidak saja untuk mendapatkan solusi, tetapi juga untuk menemukan hasil optimal yang disebut sebagai win-win slution. Hasil menang-menang inilah yang juga diinginkan sebagai puncak tertinggi tujuan sebuah negosiasi apa pun saja.

Benar, bahwa negosiasi, banyak dipraktikkan di dunia usaha dan bisnis. Namun, kini negosiasi tidak saja dikenal dalam dunia bisnis, tetapi juga di dunia politik dan dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu tidak mengherankan, jika menjelang helat akbar atau pesta demokrasi 2009 mendatang ini akan terjadi negosiasi politik. Suatau hal yang wajar saja terjadi.

Kalau negosiasi lebih menekankan pada seni, maka sama halnya ketika seseoarang menekuni seni, misalnya seni lukis, seni musik, atau seni tari. Di mana seseorang dituntut agar memiliki daya kreatif dan kemampuan berekspresi. Termasuk penguasaan komunikasi politik. Karena memlalui komuikasi politik itulah warna kepolitikan kian nampak jelas.

Selain itu, seorang negosiator juga memiliki kemampuan menggunakan imajinasi. Ia adalah orang yang boleh dikatakan seorang creator. Apakah itu untuk keperluan politik ataupun bisnis. Umumnya mereka juga adalah orang yang cekatan terampil menggunakan bahasa tubuh. Maksudnya mereka tidak saja menggunakan otak kiri, tetapi juga memanfaatkan untuk masuk dari kanan.

Sehingga, seni bernegosiasi yang ditampilkan tidak terlihat kacau-balau, sumbang, dan semacamnya. Tetapi nampak mulus, rapid an teratur, ritmis, santun dan amat lugas. Keluwesan seperti inilah juga menjadikan politik sebagai seni dari segala yang mungkin. Dalam kaitan itu pula politik nampak kian berirama, dan ketukan tempo yang mengundang hasrat berpolitik.

Sayangnya hasrat itu seringkali diarahkan pada hasrat tertinggi, yakni berkuasa. Kalau ini yang terjadi, maka irama itu menjadi tidak lagi enak didengar. Orang kemudian menaksir-naksir dan membuat sejumlah asumsi dan kalkulasi politik. Akibatnya bisa macam-macam, dan banyak hal terlupakan, seperti lupa kepada kepentingan rakyat yang sesungguhnya.

Begitu juga halnya ketika seseorang melakukan negosiasi politik. Biasanya menjelang helat demokrasi, seperti pemilu 2009 mendatang ini, akan hadir negosiator-negosiator politik, sekurangnya untuk membentuk koalisi. Bila tidak dikatakan untuk meraih sebanyak mungkin suara. Tanpa peduli dengan apa yang telah dijanjikan kepada setiap konstituwen dan rakyat pada umumnya.

Dalam konteks itu negosiator telah mengalihkan model kepolitikan, yang seringkali tidak lagi disenangi orang. Padahal ketika negosiasi politik dilakukan, unsur kreasi politiklah yang perlu dinampakkan dan semua janji dan program politik partai dilaksanakan secara konsisten dan penuh komitmen yang mengikat rakyat.

Tentu saja kita percaya kepada politisi mana pun mengetahui hal itu. Mereka juga orang yang sangat jeli melihat peluang politik untuk bisa tampil. Para pemain politik juga adalah orang yang sangat mampu berempati. Buktinya, mereka tidak saja piawai merangkul lawan politik tetapi juga kompeten untuk berkoalisi secara baik dan benar, hingga mendapat sanjungan dari sana sini.

Namun, tidak sedikit kita jumpai, kalau menjelang pemilu seperti sekarang ini orang tiba-tiba saja jadi negosiator, dan punya kemampuan bernegosiasi. Baik yang secara alami tumbuh maupun lahir dari pengalaman, maupun dimunculkan lewat kaderisasi melalui proses panjang dan waktu cukup lama, kemudian pengalaman itu berkembang dan tumbuh dalam diri seseorang sebagai politisi.

Karena itu keterampilan bernegosiasi bisa lebih berhasil. Kesuksesan itu akhirnya membawa seseorang pada pemahaman dan pengetahuan politik lebih mendalam. Apabila pemahaman politik seseorang terlebih dahulu dikuasai, maka besar kemungkinan dapat menerapkannya, sejalan dengan aturan main yang telah disepakati bersama.

Bahwa, kesepakatan antara dua pihak yang akan bernegosiasi perlu dibangun, sembari melihat kesungguhan dan pengorbanan yang diberikan oleh rakyat banyak untuk mendukung dengan sepenuh hati mereka. Dalam konteks kepentingan rakyat inilah sebenarnya para negosiator politik bersepakat membuat komitmen untuk memperhatikan dengan sungguh-sungguh kepentingan masyarakat secara keseluruhan.

Kedua belah pihak bersepakat mematuhinya segala sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan untuk memajukan rakyat dan meningkatkan kesejahteraannya. Karena mereke inilah nantinya yang akan mencadi pemimpin politik dan menjadi wakil mereka di hamper semua siatuasi politik. Itu artinya mereka tidak hanya bicara diparlemen, tetapi juga bicara kepada rakyat.

Untuk menciptakan negosiasi politik yang tepat diperlukan persiapan, karena persiapan ini merupakan kunci sukses dalam bernegosiasi. Persiapan itu antara lain ialah mengetahui sebanyak mungkin tentang lapa yang dibutuhkan rakyat. Termasuk yang dibutuhkan oleh sebuah bangsa yang bernama nation state, yakni negara bangsa.

Dengan demikian partai politik yang bernegosiasi dapat dilihat oleh masyarakat politik sebagai partai politik berkarakter. Partai politik yang demikian kemungkinan besar menjadi sangat diminati dan mendapat dukungan sepenuhnya dari rakyat. Meskipun tentu saja tidak mungkin untuk menyamakan masing-masing ideology partai, yang berbeda satu dengan lainnya.

Namun pengetahuan terhadap karakteristik konstituen sangat diperlukan oleh setiap partai. Termasuk mengetahui bagaimana tingkah laku massa pendukung agar tidak menimbulkan persoalan dikemudian hari.. Dalam kaitan inilah peran negosiator politik menjadi sangat fungsional dalam menumbuhkan demokrasi. Selebihnya. Wallahu’alam


Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial Politik dan Kemasyarakatan
Bekerja Pada Pusdiklat Regional Depdagri Bukittinggi