Senin, 30 November 2009

KABUPATEN PADANG LAWAS SELATAN, APA KABAR ?


Oleh Aminuddin Siregar

Adalah keharusan, menyapa Kabupaten baru. Begitu juga Padang Lawas, bila kita kepengen lebih dekat, ingin membuat suasana akrab dan punya ikatan emosional dengan masyarakat Padang Lawas. Menyapa itu, perlu, karena Barumun yang dahulu kini telah menjadi Kabupaten. Sebuah kabupaten akan dipadati oleh banyak orang masuk ke daerah ini. Tidak saja kalangan pengusaha dan birokrat. Teapi juga oleh para politisi yang akan mepertaruhkan segala potensi dirinya untuk membangun Padang Lawas dan masyarakatnya.
Begitu juga kalau kita hendak mengakrabkan diri dengan masyarakat di Kabupaten yang belum lama terbentuk ini. Sebab orang tidak akan menunjukkan sikap respek terhadap sikap-sikap misalnya arogan, gaya berkuasa otoriter, atau pendekatan refresif. Misalnya lagi, kita yang lama tinggal di sana, lahir, dan dibesarkan dalam lingkungan masyarakat Barumun, tidak begitu saja diterima oleh masyarakat, apabila kita munculkan sikap meremehkan.
Ini berlaku di manapun saja di seluruh penjuru kolong langit. Bahwa kian cerdas masyarakat, maka semakin teliti pula mereka menilai segala sesuatu. Kian modern masyarakat semakin banyak pula tuntutannya. Ini merupakan hukum alam saja. Jadi meski kita telah punya ikatan emosinal sejak awal, dan telah sedemikian cintanya kita pada tempat kelahiran kita sendiri. Tidak lepas dari penilaian-penilain.
Katakanlah kita adalah putra daerah yang lahir dan dibesarkan di sana, tentu saja tidak lagi sama ketika untuk pertama kalinya kita meninggalkan Sibuhuan dibandingkan dengan keadaan sekarang ini. Dalam konteks kekinian itulah kita mesti menyapa dan harus. Lantaran kita telah terpisah sekian dasawarsa atau sekian dekade yang lampau.
Ketika kita meninggalkan Sibuhuan beberapa dekade lalu, kultur tradisional memberi warna dominan terhadap hampir seluruh sisi kehidupan masyarakatnya. Meskipun ini bukanlah sesuatu hal yang mesti dipertentangkan dengan masa kini. Tetapi tentu saja akan ada perbedaan-perbedaan terhadap sentuhan-sentuhan tradisinal dengan sentuhan-sentuhan modern seperti sekarang ini.
Semua itu memang menjadi khazanah kultural kita yang telah mengalami perubahan-perubahan cepat terhadap hampir semua aspek kehidupan di sana. Maka itu, menjadi keharusan bagi setiap kita yang sudah lama di rantau untuk menyapa. Seperti halnya ketika kita jumpa dengan teman lama, yang juga sudah sekian dekade baru bertemu.
Persoalannya, apa yang mesti kita sapa, ketika kita melihat Sibuhuan sebagai Ibu Kota Kabupaten Padang Lawas, apabila kita mengaitkannya dengan tata ruang ? Sementara sebuah wilayah senantiasa bersangkut paut dengan tata ruang. Di mana kodisi tata ruang mestinya menyatu dengan rencana yang akan dimulai oleh pemerintah.
Aspek Yang Berubah
Tentu saja ada aspek-aspek yang berubah, sekalipun suatu daerah sudah sangat kita kenal sejak lama. Mulai semenjak masa kecil hingga telah dewasa. Bahkan hal yang menarik dan mungkin ciri khas suatu daerah bisa berubah. Meskipun ciri khas bukanlah karakter, tapi ia dapat memperkuat karakter itu. Karakter itu sendiri bisa berubah dan bisa pula dibangun. Masih ingat kan, betapa Soekarno sedemikian menggebu-gebu menyampaikan pidatonya tentang bagaimana membangun karakter bangsa Indonesia.
Soekarno tidak ingin terjadi pembunuhan karakter, Ia juga tidak menghendaki adanya pembodohan. Ia memimpikan suatu kehidpan modern yang demokratis. Sehingga semua orang punya kemerdekaan berpikir, kebebasan untuk mengemukakan pendapat, dan kemauan untuk menerima dan menghormati keragaman. Itu sebabnya antara lain mengapa misalnya kemudian ia bercita-cita membangun Nasakom.
Inilah antara lain cerminan dari makna kemerdekaan dan kebebasan yang hendak diciptakan dan di bangun dalam negara kesatuan republik Indonesia. Meskpun pada akhirnya ia mesti menerima kenyataan atas penghianatan yang dilakukan oleh Partai Komunis pada tahun 1965, hingga munculnya Soeharto di panggung kekuasaan selama 23 tahun, dan berakhir dengan kejatuhan rezimnya ketika dipaksa oleh sekompok mahasiswa untuk mundur. Termasuk atas desakan para lokomotif reformasi yang bidani oleh Amin Rais.
Makna Menyapa
Siapa pun saja pasti akan mengakui bahwa menyapa itu perlu dan baik adanya. Setidaknya untuk mengawali pembentukan persambungan sosial dan kultural. Bahwa menyapa itu juga bisa mendekatkan ikatan emosional kita terhadap sesuatu hal disekeliling kita.
Itu pula sebabnya mengpa orang-orang bijak berkata, ‘’carilah kesenangan disekelilingmu’’. Bayangkan misalnya, bagaimana kita mencari atau menciptakan kesenangan disekeliling kita, sementara kita tidak pernah menyapa ?. Ketika kita tidak akrab dengan dunia sekeliling kita ada semacam keraguan dalam benak kita, lantaran kita memang tidak akrab atau belum akrab dengan lingkungan itu sendiri.
Tentu saja merupakan sesuatu yang mustahil bagi siapa pun saja untuk mencoba berpura-pura akrab menyenangi sesuatu. Sebab kepura-puraan akan menjurus pada kemunafikan. Ketika itu muncul, tidak mungkin rasanya mendapatkan apa pun kalau kita tidak mengenal lingkungan di mana kita berada. Keengganan akan berulang ketika sikap kita terhadap orang lain menunjukkan suasana tidak nyaman
Percaya atau tidak, dengan terbentuknya ikatan emosional akan membimbing setiap orang, setiap individu manusia, ketika seseorang itu hendak membangun persambungan sosial, kultural dan politik dengan sekelompok orang dalam masyarakat, maka ia mesti menyapa. Begitu jugalah kiranya untuk menumbuhkan kedekatan dengan Padang Lawas.
Kedengarannya memang spele saja, tetapi dengan menyapa tidak saja dipandang bagus oleh orang lain tetapi juga bisa menghindari egoisme, keangkuhan, dan mungkin kesombongan manusia. Menyapa juga bisa menjadi sempurna tatkala seseorang itu mengurangi ketidak tahuan dan ketiadaan tanggung jawab sosial terhadap masyarakatnya. Semua itu akan digantikan oleh keramahan bila kita menyapa dengan lugas dan santun.
Potensi Tersembunyi
Bagaimana pun juga Padang Lawas, tentulah punya potensi tersembunyi. Potensi tersembunyi inilah yang memang perlu dicermati, agar tidak salah mempersepsi dan keliru arah, tatkala sebuah rencana dimulai. Patut diakui bahwa menggali sesuatu punya tantangan berat, apalagi tujuannya adalah membangun Padang Lawas dan masyarakatnya.
Tantangan itu pastilah menghadang setiap saat. Namun tantangan itu bukanlah untuk dihindari. Apa lagi lari dari kenyataan dan tanggung jawqab. Sebab potensi tersembunyi yang mesti digali itu dan diolah menjadi sumber utama sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat bisa memotivasi khalayak untuk terus berpartisipasi.
Hal mendasar dan perlu mendapat perhatian serius terhadap kondisi Padang Lawas saat ini, ketika orang menyapa, ialah tata ruang yang mengarah pada rencana strategis. Sehingga tidak sejengkal pun tata ruang dimanipulasi. Bahwa korelasi tata ruang dengan rencana harusnya menyatu. Karena Padang Lawas mulai bergerak dari awal, maka akan sangat mungkin untuk menjadikannya selaras.
Sebab dalam kenyataannya selama ini, ketika orang bicara tentang dan atau menyapa tenatang tata ruang, yang muncul ialah kepentingan-kepentingan. Tidak sedikit yang ditumpangi oleh kepentingan kelompok atau golongan tertentu. Termasuk kepentingan-kepentingan individu, yang mengakibatkan tata ruang sebagai objek belaka dari sistem pembangunan yang ada.
Tentu saja, memulai perencanaan tidak mesti menunggu sampai seorang investor langsung menanamkan modalnya. Atau menunggu seorang konsultan professional yang sempurna datang memetakan setiap jengkal proyek pembangunan yang akan dilaksanakan. Memulai perencanaan, bisa dilakukan dengan memperhatikan tata ruang secara cerdas. Kecerdasan biasanya diikuti oleh kreativitas atau sebaliknya.
Ketika tidak secara cerdas memperhatikan tata ruang atau mengabaikan korelasi tata ruang dengan rencana, maka keruwetan dikemudian hari akan muncul kepermukaan, Di saat bersamaan tuntutan masyarakat terhadap pemerintah semakin tinggi tidak saja menghendaki keterbukaan tetapi juga tuntutan terhadap perlakukan tata ruang yang yang menjamin kenyamanan bagi setiap warga dan masyarakat penghuni sebuah kota. Padang Lawas, apa kabar ?

Penulis Staf Pengajar PUSDIKLAT DEPDAGRI
Regional Bukittinggi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar