Senin, 30 November 2009

Pedagogi Feminist : Masalah Koneksi dan Kemungkinan


Disadur dari : Author Patricia A. Gouthro Mount Saint Vincent University, Canada
Andre P. Grace University of Alberta, Canada

Abstrak: essay ini memeriksa putusnya hubungan antara tempat dirumah dan universitas dalam pendidikan sarjana bagi siswa wanita. Ini mengali cara-cara model posisi dari pedagogi feminist dapat digunakan untuk mengembangkan bentuk-bentuk pendidikan saraja yang inklusif dan transformative:

Pendahuluan

Bermacam-macam peneliti yang menyelidiki status dan keadaan sulit bagi siswa tamatan wanita pada pendidikan yang lebih tinggi menegaskan bahwa, meskipun beberapa peningkatan yang berkenaan dengan akses dan masalah akomodasi, kenyataan dari kajian tamatan bagi wanita masih tidak cocok dengan kenyataan dari hidup mereka( Guppy dan Davis 1995 ). Demography, watak ( sikap ,nilai, dan kepercayaan yang ada hubunganya dengan pendidikan sarjana ), dan pengharapan yang melokasikan siswa sarjana telah berubah. Profil yang berubah dari siswa sarjana harus dianggap/ dipertimbangkan bersamaan dengan fakta kehidupan akademik lainya dikanada dan amerika serikat. Sebagian besar siswa sarjana adalah wanita( guppy dan davis, 1998:johnsrud, 1995). Keadaan seperti ini menantang akademiks, siswa sarjana dan yang lainya dengan kepentingan dalam meningkatkan pendidikan dewasa akademik dan bentuk lain dari pendidikan tingkat tinggi sebagai bidang study dan praktek.

Siswa wanita terdiri dari group yang berbeda dengan identitas yang berbeda, subjetifitas, identifikasi, kemasyarakatan, lokasi budaya, sejarah dan ilmu pengetahuan. Mengenal keruwetan dari politik yang menempatkan perempuan yang berbeda secara berbeda, kita menyelidiki model posisi dari pedagogi feminist sebagai cara untuk mengetahui yang berkenaan dengan lokasi. Mereka dapat membuat kita memberi kerangka kebijaksanaan, permasalahan pedagogi dan program, dan menyusun arahan yang mungkin dalam pendidikan sarjana. Dari wawasan ini, kita memfokuskan pada pendidikan sarjana bagi pelajar wanita dalam essay ini. Kita menyediakan latar belakang untuk proyek ini dengan mendiskusikan lokasi sosial budaya yang bersejarah dari tempat rumah dan kesulitan yang dilalui siswa dikarenakan oleh jarak tradisional antara tempat tinggaldan universitas. Kemudian, kita mengambil tema dan konsep yang berlaku dalam model posisi dari pedagogi feminist untuk membantu kita memberi kerangka permasalahan dan perhatian dalam pendidikan sarjana bagi pelajar wanita.

Kita juga mengkaji model-model ini untuk membantu kita berbicara tentang arahan-arahan baru yang barangkali mampu pelajar wanita dalam pendidikan dewasa lebih tinggi untuk mendapatkan pengalaman pembelajaran transformative dan inklusif. Kita menyimpulkan dengan berbicara terhadap nilai dari model-model ini. (bersambung)

PADANG LAWAS DI NOL KILOMETER


Oleh Aminuddin Siregar

Kabupaten Padang Lawas, seperti juga kabupaten-kabupaten baru terbentuk lainnya, pastilah dihadapkan pada sejumlah tantangan tidak ringan. Bukan saja tantangan yang berisifat sosio-kultural, melainkan juga tantangan sosio-psikologis. Belum lagi tantangan yang sifatnya internal birokrasi itu sendiri. Termasuk tantangan yang memengaruhi program-program yang direncanakan oleh pemerintah kabupaten.
Semua itu memang mesti disikapi, dicermati, dan mungkin juga diperlukan kontempelasi atau perenungan, akan jadi apa Padang Lawas sesudah menjadi kabupaten. Tetapi salah satu cara mudah menyikapi hal tersebut ilah dengan terbentuknya kesadaran baru, bagi setiap orang, siapa pun saja. Tidak terkecuali politisi lokal, birokrat, pengusaha dan masyarakat lainnya, baik secara individual maupun kelompok.
Kesadaran baru, tentu saja tidak hanya dilihat dengan matu baru, tetapi mestilah dilihat dengan mata hati. Sebab melihat dengan mata hati akan terpancar ketulusan sejati. Mari misalnya, kita mengikuti petuah Lao Tzu, yang mengatakan “bila ketulusan sejati terbentuk di dalam hati kita ketulusan tersebut akan terwujud dalam hati orang lain”. Kalau ketulusan sudah terwujud dalam hati setiap orang, maka apa pun yang akan dilaksankan oleh pemerintah, semua menjadi mudah.
Ini penting ditanamkan dalam setiap orang, setiap kita, karena Kabupaten Padang Lawas, kini berada di nol kilometer. Itu artinya segala sesuatunya amat sangat tergantung pada apa yang disebut wisdom, yakni kearifan. Kearifan inilah yang merupakan salah satu faktor kunci, ketika kita melihat Kabupaten Padang Lawas memiliki potensi untuk berkembang.
Kearifan akan membawa sukses terhadap semua aspek berpemerintahan dan pembangunan di Padang Lawas. Baik pembangunan fisik maupun pembangunan sumberdaya. Walau bagaimana pun kearifan lokal memainkan peran penting dan strategis dalam semua aspek yang mengemuka di Padang Lawas. Begitu juga ketika dihadapkan pada persoalan kepentingan masyarakat Padang Lawas.
Bayangkan, betapa rumitnya mengatasi semua persoalan pemerintahan tatkala muncul perbenturan antara kepentingan pemerintah dengan kepentingan masyarakat. Masalah ini bisa saja muncul ketika pemerintah memulai perencanaan hingga kemasalah bagaimana menetapkan prioritas dan mendahulukan yang utama. Ketika kita tidak bisa mendahulukan yang utama, pada saat yang bersamaan muncul tuntutam masyarakat. Itu sebabnya kearifan menjadi penting bagi semua komponen penyelenggara pemerintahan, termasuk masyarakat itu sendiri.
Nampaknya, semua itu bukanlah tantangan ringan, justru amat berat bagi pemerintahan yang baru. Itu pula sebabnya mengapa perlu membentuk kesadaran baru. Kalau kita tidak berani membentuk kesadaran baru, atau tidak direfleksikan dalam setiap kehidupan, maka wisdom itu sendiri akan terpinggirkan atau sengaja dipinggirkan. Ketika itu pula muncul setumpuk persoalan yang kelihatannya seperti tidak ada apa-apa, tidak ada masalah dan aman-aman saja. Padahal sesungguhnya justru dibalut masalah yang tidak perlu dan seharusnya tidak terjadi.
Persoalannya sekarang, model apa yang akan ditetapkan oleh pemerintah, ketika melihat secara menyeluruh potensi masa depan Padang Lawas sebagai sebuah Kabupaten yang maju dan modern, apabila tuntutan masyarakat menghendaki proporsionalitas antara mengelola urusan kepentingan pemerintah dengan mengelola urusan yang menyangkut kepentingan masyarakat ? Sementara Padang Lawas berada di nol kilometer, di mana masalah menempatkan orang juga terlihat krusial.
Tingkat Kecepatan
Ibarat sebuah mobil baru, Padang Lawas itu berada di nol kilometer. Biasanya mobil yang berada di nol kilometer, tingkat kecepatan mesti disesuaikan, mengikuti irama deru mesin, agar tidak lekas panas. Begitu juga halnya Kabupaten Padang Lawas, patutlah menyesuaikan dengan nafas demokrasi. Tapi jangan lupa, bahwa mengatur tingkat kecepatan bukan berarti memperlambat, melainkan digas sedemikian rupa, hingga tujuan pemerintah tercapai bersamaan dengan harapan rakyat Padang Lawas.
Itu artinya kita tidak boleh melalaikan. Sedapat mungkin menghindari menggunkan model kaca gelap. Karena akan membikin masalah baru. Orang akan beranggapan bahwa di sana ada wilayah abu-abu. Lagi pula dalam demokrasi selalu menggunakan model kaca bening alias transparan. Sehingga apa pun yang dilakukan oleh pemerintah untuk kesejahteraan rakyat dapat terlihat dengan jelas oleh masyarakat.
Membuat estimasi dan perkiraan-perkiraan masa depan yang lebih baik, tentu saja sangat diperkenankan, boleh dan syah-syah saja. Tetapi estimasi itu mesti dibikin secara cerdas. Gunanya agar sejauh mungkin dapat menghindari kompleksitas permasalahan urusan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Termasuk tentu saja pertimbangan-pertimbangan prakondisi administratif yang relevan, dengan tuntutan masyarakat modern.
Sebab ketika memulai perencanaan, sedapat mungkin tidak satu pun yang tertinggal atau terlupakan. Sehingga jikalau harus terjadi perubahan-perubahan, maka akan lebih mudah untuk melakukan-penyesuaian-penyesuaian. Termasuk penyesuaian terhadap pemberdayaan masyarakat, membangun opini publik. Seperti kita ketahui, bahwa sekarang ini setiap kegiatan harus dengan riil cost, yang bertujuan untuk menghindari pemborosan.
Walau bagaimana pun, dalam banyak hal dan munculnya berbagai kasus yang membikin mumet dan ruwet. Menunjukkan kepada kita bahwa sekarang ini dinamika tuntutan masyarakat semakin tinggi. Di mana kehidupan masyarakat yang kian modern telah membawa pengutan terhadap demokratisasi. Kekuatan demokrasi inilah antara lain lolosnya Padang Lawas menjadi sebuah Kabupaten baru, yang beribukota di Sibuhuan.
Sebaliknya, meski terhadap semua prasyarat itu bukan satu-satunya yang akan memuluskan jalan bagi Pemerintah Daerah Padang Lawas untuk tampil sejajar dengan kabupaten-kabupaten lain yang maju lebih awal. Tetapi setidaknya tercermin dalam perencanaan urusan kepentingan pemerintahan dan urusan kepentingan masyarakat. Bahwa yang bernama pemerintahan itu selain mengurus pemerintahan juga mengurus kepentingan masyarakat. Kedua hal itu merupakan urusan yang tidak terpisahkan satu dengan lainnya.
Kelahiran Baru
Padang Lawas, memang mesti dilihat sebagai sebuah kelahiran baru. Patut pula diingat, bahwa menempatkan Padang Lawas dalam ruang lingkup nasinal, merupakan keharusan, ketika kita memaknai otonomi daerah yang sukmanya ialah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Itu artinya Padang Lawas, tampil dalam kancah pergulatan global dengan segala aspek daya saingnya. Ini merupakan keharusan, hingga Padang Lawas sejajar dengan Kabupaten lain.
Jadi, mengorientasikan perhatian terhadap komponen teknis administratif untuk mengumpulkan modal sosial dan modal intelktual masyarakat, tidak saja diperlukan tetapi juga akan membantu mengumpulkan pendapatan asli daerah. Sebab dengan modal sosial dan intelektual itulah akan memperkuat penduduk setempat untuk bangkit membangun kekuatan ekonomi rakyat.
Melalui modal social dan intelektual itu pula masyarakat akan mampu meningkatkan daya saing dan membuat jaringan untuk berpartisipasi. Bahwa partisipasi aktif masyarakat hanya bisa muncul apabila mereka mempunyai kebebasan dan melihat dengan jelas , ada kepentingan mereka dalam seluruh proses dan rangkaian kegiatan pemerintahan dan bermasyarakat.
Kalau Padang Lawas dilihat sebagai sesuatu yang baru lahir, maka pemerintah, sejak awal bisa mendeteksi secara dini, misalnya sebab-sebab kemungkinan tingkat kegagalan terhadap pencapaian tujuannya. Bagaimana pun makna otonomi daerah itu bukan cuma mengumpulkan pendapatan asli daerah semata. Melainkan juga dapat mengantisipasi kegagalan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Di mana urusan kepentingan pemerintah dengan urusan kepentingan masyarakat, nampak proposional.
Tentu saja ini bukan tidak diketahui oleh setiap penyelenggara pemerintahan. Tetapi ketika kekuatan dari sebagian besar rakyat Padang Lawas tidak di bangun, maka akan terjadi banyak kegagalan. Dalam konteks inilah perlunya membentuk kesadaran baru dalam upaya percepatan pembangunan Padang Lawas, dilihat dari keberadaannya di nol kilometer.
Dengan demikian kondisi di nol kilometer mesti baik. Sesuatu yang baru lahir seyogyanya bisa dibentuk, ditata, dan dibesarkan. Sehingga sejak awal tata ruang mesti menjadi perhatian serius dalam memulai perencanaannya. Salah satu gunanya ialah, agar pembangunan Padang Lawas tidak saja mencermenkan kesadaran berkota, tetapi juga memperlihatkan efisiensi, efektifitas dan profesionalisme aparaturnya. Termasuk dalam memaknai kemauan berotonomi untuk mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri. Selamat untuk Padang Lawas.

Penulis staf Pengajar pada PUSDIKLAT DEPDFAGRI
Regional Bukittinggi

KABUPATEN PADANG LAWAS SELATAN, APA KABAR ?


Oleh Aminuddin Siregar

Adalah keharusan, menyapa Kabupaten baru. Begitu juga Padang Lawas, bila kita kepengen lebih dekat, ingin membuat suasana akrab dan punya ikatan emosional dengan masyarakat Padang Lawas. Menyapa itu, perlu, karena Barumun yang dahulu kini telah menjadi Kabupaten. Sebuah kabupaten akan dipadati oleh banyak orang masuk ke daerah ini. Tidak saja kalangan pengusaha dan birokrat. Teapi juga oleh para politisi yang akan mepertaruhkan segala potensi dirinya untuk membangun Padang Lawas dan masyarakatnya.
Begitu juga kalau kita hendak mengakrabkan diri dengan masyarakat di Kabupaten yang belum lama terbentuk ini. Sebab orang tidak akan menunjukkan sikap respek terhadap sikap-sikap misalnya arogan, gaya berkuasa otoriter, atau pendekatan refresif. Misalnya lagi, kita yang lama tinggal di sana, lahir, dan dibesarkan dalam lingkungan masyarakat Barumun, tidak begitu saja diterima oleh masyarakat, apabila kita munculkan sikap meremehkan.
Ini berlaku di manapun saja di seluruh penjuru kolong langit. Bahwa kian cerdas masyarakat, maka semakin teliti pula mereka menilai segala sesuatu. Kian modern masyarakat semakin banyak pula tuntutannya. Ini merupakan hukum alam saja. Jadi meski kita telah punya ikatan emosinal sejak awal, dan telah sedemikian cintanya kita pada tempat kelahiran kita sendiri. Tidak lepas dari penilaian-penilain.
Katakanlah kita adalah putra daerah yang lahir dan dibesarkan di sana, tentu saja tidak lagi sama ketika untuk pertama kalinya kita meninggalkan Sibuhuan dibandingkan dengan keadaan sekarang ini. Dalam konteks kekinian itulah kita mesti menyapa dan harus. Lantaran kita telah terpisah sekian dasawarsa atau sekian dekade yang lampau.
Ketika kita meninggalkan Sibuhuan beberapa dekade lalu, kultur tradisional memberi warna dominan terhadap hampir seluruh sisi kehidupan masyarakatnya. Meskipun ini bukanlah sesuatu hal yang mesti dipertentangkan dengan masa kini. Tetapi tentu saja akan ada perbedaan-perbedaan terhadap sentuhan-sentuhan tradisinal dengan sentuhan-sentuhan modern seperti sekarang ini.
Semua itu memang menjadi khazanah kultural kita yang telah mengalami perubahan-perubahan cepat terhadap hampir semua aspek kehidupan di sana. Maka itu, menjadi keharusan bagi setiap kita yang sudah lama di rantau untuk menyapa. Seperti halnya ketika kita jumpa dengan teman lama, yang juga sudah sekian dekade baru bertemu.
Persoalannya, apa yang mesti kita sapa, ketika kita melihat Sibuhuan sebagai Ibu Kota Kabupaten Padang Lawas, apabila kita mengaitkannya dengan tata ruang ? Sementara sebuah wilayah senantiasa bersangkut paut dengan tata ruang. Di mana kodisi tata ruang mestinya menyatu dengan rencana yang akan dimulai oleh pemerintah.
Aspek Yang Berubah
Tentu saja ada aspek-aspek yang berubah, sekalipun suatu daerah sudah sangat kita kenal sejak lama. Mulai semenjak masa kecil hingga telah dewasa. Bahkan hal yang menarik dan mungkin ciri khas suatu daerah bisa berubah. Meskipun ciri khas bukanlah karakter, tapi ia dapat memperkuat karakter itu. Karakter itu sendiri bisa berubah dan bisa pula dibangun. Masih ingat kan, betapa Soekarno sedemikian menggebu-gebu menyampaikan pidatonya tentang bagaimana membangun karakter bangsa Indonesia.
Soekarno tidak ingin terjadi pembunuhan karakter, Ia juga tidak menghendaki adanya pembodohan. Ia memimpikan suatu kehidpan modern yang demokratis. Sehingga semua orang punya kemerdekaan berpikir, kebebasan untuk mengemukakan pendapat, dan kemauan untuk menerima dan menghormati keragaman. Itu sebabnya antara lain mengapa misalnya kemudian ia bercita-cita membangun Nasakom.
Inilah antara lain cerminan dari makna kemerdekaan dan kebebasan yang hendak diciptakan dan di bangun dalam negara kesatuan republik Indonesia. Meskpun pada akhirnya ia mesti menerima kenyataan atas penghianatan yang dilakukan oleh Partai Komunis pada tahun 1965, hingga munculnya Soeharto di panggung kekuasaan selama 23 tahun, dan berakhir dengan kejatuhan rezimnya ketika dipaksa oleh sekompok mahasiswa untuk mundur. Termasuk atas desakan para lokomotif reformasi yang bidani oleh Amin Rais.
Makna Menyapa
Siapa pun saja pasti akan mengakui bahwa menyapa itu perlu dan baik adanya. Setidaknya untuk mengawali pembentukan persambungan sosial dan kultural. Bahwa menyapa itu juga bisa mendekatkan ikatan emosional kita terhadap sesuatu hal disekeliling kita.
Itu pula sebabnya mengpa orang-orang bijak berkata, ‘’carilah kesenangan disekelilingmu’’. Bayangkan misalnya, bagaimana kita mencari atau menciptakan kesenangan disekeliling kita, sementara kita tidak pernah menyapa ?. Ketika kita tidak akrab dengan dunia sekeliling kita ada semacam keraguan dalam benak kita, lantaran kita memang tidak akrab atau belum akrab dengan lingkungan itu sendiri.
Tentu saja merupakan sesuatu yang mustahil bagi siapa pun saja untuk mencoba berpura-pura akrab menyenangi sesuatu. Sebab kepura-puraan akan menjurus pada kemunafikan. Ketika itu muncul, tidak mungkin rasanya mendapatkan apa pun kalau kita tidak mengenal lingkungan di mana kita berada. Keengganan akan berulang ketika sikap kita terhadap orang lain menunjukkan suasana tidak nyaman
Percaya atau tidak, dengan terbentuknya ikatan emosional akan membimbing setiap orang, setiap individu manusia, ketika seseorang itu hendak membangun persambungan sosial, kultural dan politik dengan sekelompok orang dalam masyarakat, maka ia mesti menyapa. Begitu jugalah kiranya untuk menumbuhkan kedekatan dengan Padang Lawas.
Kedengarannya memang spele saja, tetapi dengan menyapa tidak saja dipandang bagus oleh orang lain tetapi juga bisa menghindari egoisme, keangkuhan, dan mungkin kesombongan manusia. Menyapa juga bisa menjadi sempurna tatkala seseorang itu mengurangi ketidak tahuan dan ketiadaan tanggung jawab sosial terhadap masyarakatnya. Semua itu akan digantikan oleh keramahan bila kita menyapa dengan lugas dan santun.
Potensi Tersembunyi
Bagaimana pun juga Padang Lawas, tentulah punya potensi tersembunyi. Potensi tersembunyi inilah yang memang perlu dicermati, agar tidak salah mempersepsi dan keliru arah, tatkala sebuah rencana dimulai. Patut diakui bahwa menggali sesuatu punya tantangan berat, apalagi tujuannya adalah membangun Padang Lawas dan masyarakatnya.
Tantangan itu pastilah menghadang setiap saat. Namun tantangan itu bukanlah untuk dihindari. Apa lagi lari dari kenyataan dan tanggung jawqab. Sebab potensi tersembunyi yang mesti digali itu dan diolah menjadi sumber utama sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat bisa memotivasi khalayak untuk terus berpartisipasi.
Hal mendasar dan perlu mendapat perhatian serius terhadap kondisi Padang Lawas saat ini, ketika orang menyapa, ialah tata ruang yang mengarah pada rencana strategis. Sehingga tidak sejengkal pun tata ruang dimanipulasi. Bahwa korelasi tata ruang dengan rencana harusnya menyatu. Karena Padang Lawas mulai bergerak dari awal, maka akan sangat mungkin untuk menjadikannya selaras.
Sebab dalam kenyataannya selama ini, ketika orang bicara tentang dan atau menyapa tenatang tata ruang, yang muncul ialah kepentingan-kepentingan. Tidak sedikit yang ditumpangi oleh kepentingan kelompok atau golongan tertentu. Termasuk kepentingan-kepentingan individu, yang mengakibatkan tata ruang sebagai objek belaka dari sistem pembangunan yang ada.
Tentu saja, memulai perencanaan tidak mesti menunggu sampai seorang investor langsung menanamkan modalnya. Atau menunggu seorang konsultan professional yang sempurna datang memetakan setiap jengkal proyek pembangunan yang akan dilaksanakan. Memulai perencanaan, bisa dilakukan dengan memperhatikan tata ruang secara cerdas. Kecerdasan biasanya diikuti oleh kreativitas atau sebaliknya.
Ketika tidak secara cerdas memperhatikan tata ruang atau mengabaikan korelasi tata ruang dengan rencana, maka keruwetan dikemudian hari akan muncul kepermukaan, Di saat bersamaan tuntutan masyarakat terhadap pemerintah semakin tinggi tidak saja menghendaki keterbukaan tetapi juga tuntutan terhadap perlakukan tata ruang yang yang menjamin kenyamanan bagi setiap warga dan masyarakat penghuni sebuah kota. Padang Lawas, apa kabar ?

Penulis Staf Pengajar PUSDIKLAT DEPDAGRI
Regional Bukittinggi