Rabu, 02 Juli 2008

Bertukar guru, perluas wawasan

Diperbaharui pada: 10 Mei, 2008 - Published 12:02 GMT
Email kepada teman Versi cetak

Achmad Marzuq
Produser BBC Siaran Indonesia

HFS di Keighley, Inggris Utara
Holy Family School mengajar siswa usia SMP dan SMU
Setelah tiga jam perjalanan kereta api dari London, akhirnya saya tiba di kota kecil Keighley, di West Yorkshire, belahan utara Inggris.

Keithly beberapa dasawarsa lalu adalah salah satu kota industri wool dan katun.

Pada tahun 1960-an, para pengusaha Inggris mengimpor tenaga kerja murah dari Kashmir dan Bangladesh.

Para mantan pekerja migran dan keluarga mereka masih bertahan dan berkembang hingga hari ini ini.

Dan, sebuah masjid tak jauh dari stasiun Keighley seolah menjadi tanda keberadaan mereka.

Laporan dari HFS Keighley

Namun, yang akan kita tuju bukan masjid itu, melainkan sebuah sekolah katholik. Yaitu, Holy Family School (HFS), tempat dua guru Pesantren Darun Najah mengajar dalam rangka pertukaran guru pada bulan April.

Selepas ceramah dan doa bersama, para siswa Holy Family School dengan tertib meninggalkan aula untuk menuju kelas masing-masing. Demikian juga para guru, termasuk Mustofa Hadi Chirzin dan Siti Cholilah dari Pesantren Daru Najah.

Ustadzah Cholilah memperkenal Indonesia di kelas geografi

Pagi itu ibu Cholilah, yang mengenakan jilbab, mengajarkan geografi untuk siswa year seven atau kurang lebih setara dengan kelas 1 SMP di Indonesia.

Topik yang dia pilih mengenalIndonesia.

Dengan alat peraga komputer, dia memperkenalkan keragaman etnis dan agama, kesenian, hingga kekayaan alam serta hidangan khas Indonesia.

Saat sesi tanya-jawab tiba, para murid berebut mengacungkan jari. Begitu dipersilakan, siswa sekolah Katholik ini mengajukan beberapa pertanyaan, yang menggelitik rasa ingin tahu mereka, meski itu mungkin sesuatu yang dianggap lumrah di Indonesia.

Berapa lama siswa Darun Najah belajar setiap hari? Kapan jam pelajaran usai? Dan, apakah mereka mengenakan seragam? Demikian tanya mereka.

Ekspresi penuh keheranan beberapa kali muncul dari para siswa demi mendengar jawaban Ustadzah Kholilah.

Di kelas lain, Pak Mustofa Hadi Chirzin memperkenalkan bahasa Indonesia kepada siswa kelas 9, atau setara dengan kelas tiga SMP.

Di penghujung pelajaran yang berlangsung sekitar 50 menit, Pak Mustofa juga mengundang siswa Holy Family School untuk bertanya.

Bagaimana siswa perempuan dan laki-laki Pesantren Darun Najah bisa saling mengenal, kalau kelas mereka dipisahkan berdasarkann jenis kelamin, tanya seorang siswa.

Kerendahan hati

Kehadiran Ustaz Mustofa Chirzin dan Ustadzah Siti Cholilah dari Pesantren Darun Najah di sekolah menengah Katholik di Inggris ini adalah bagian dari pertukaran guru di antara kedua lembaga pendidikan, yang telah berlangsung sekitar dua tahun.

Ustadz Mustofa memperkenalkan bahasa Indonesia di HFS

Bulan November lalu, dua guru Holy Family Catholic School mendapat giliran untuk bertandang ke Pesantren Darun Najah.

Selain mengajar, kedua guru juga mencicipi suasana pesantren selama hampir dua pekan.

Emma McConaghy, yang sehari-hari mengajar sejarah, menuturkan kesannya.

"Ketika saya berkunjung ke Darun Najah saya benar-benar memperoleh wawasan yang berbeda tentang agama Islam," kata Emma McConaghy.

Saya bisa katakan, orang-orang di Darun Najah membuat saya lebih menghormati agama Islam

Emma McConaghy
Guru HFS Keighley

"Saya bisa katakan, orang-orang di Darun Najah membuat saya lebih menghormati agama Islam," tandasnya.

Menurut penuturan Emma, dia ikut tinggal dan tidur di dalam pesantren. "Kami berada di sana 24 jam, bukannya berada di sana dua jam lalu pulang," tuturnya.

"Kami menyaksikan seluruh kegiatan rutin sehari-hari mereka. Kami dengar suara azan pukul 4 pagi," katanya.

"Kami saksikan bocah-bocah pergi ke masjid lima kali sehari. Kami telah merasa ikut menjalani kehidupan mereka," tuturnya.

"Kami sangat terkesan dengan komitmen mereka terhadap agama. Tidak hanya itu, juga juga dengan kerendahan hati yang menyertai komitmen mereka," ujarnya

Dari penuturan ibu guru Emma McConaghy, tidak berlebihan jika disimpulkan pertukaran guru antara Holy Family School di Keighley, Inggris dan Pesantren Darun Najah di Jakarta selatan berhasil menjalin dialog dan meningkatkan saling pengertian.

Manfaat praktis

Ustadz Mustofa Chirzin, yang juga duduk di manajemen Pesantren Darun Najah, mengatakan, lembaganya memetik banyak pelajaran dari tuan rumahnya di Inggris.

Merah putih dan bendera St George berkibar di pelataran HFS

Sebelum bertolak ke Keighley, menurut Mustofa, pengetahuannya tentang Inggris "sangat terbatas".

Ustadz Mustofa mengatakan, sebelumnya dia selalu membayangkan kehidupan sangat berbeda dari yang biasa dia lihat di Indonesia, yaitu semuanya non-muslim.

"Tapi, ternyata, menurut kami dalam praktiknya (kehidupan di sini) sebetulnya adalah Islami. Mungkin bukan Islam, tapi Islami," katanya. "Dalam arti, bagaimana sopan santun sangat dijunjung, kebersihan sangat diperhatikan."

Menurut Mustofa, kerjasama antar lembaga pesantren dan sekolah Katholik ini akan dikembangkan dengan mengintensifkan komunikasi dua arah melalui internet.

Menurut kami dalam praktiknya (kehidupan di sini) sebetulnya adalah Islami. Mungkin bukan Islam, tapi Islami...

Mustofa Chirzin
Ustadz Pesantren Darun Najah

Rekan Ustad Mustofa Chirzin, Ustadzah Siti Cholilah juga melihat manfaat praktis dari hubungan antara kedua lembaga pendidikan, meski keduanya berasal dari latar belakang agama dan budaya yang sangat berbeda.

Salah satunya adalah penggunaan bahasa Inggris di kalangan guru. "Guru-guru menjadi aktif berbahasa (Inggris)," tutur Cholilah.

Bergulirnya pertukaran guru Pesantren Darun Najah dan Holy Family Catholic School ini tentu membuat bangga mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair.

Saat berkunjung ke Jakarta tahun 2006, Tony Blair melontarkan gagasan agar ratusan sekolah di Inggris menjalin kemitraan dengan sekolah di Indonesia, yang saat itu dia sebut "mitra sangat penting" dalam membina saling pengertian antar-umat berbagai agama.

Dan, Holy Family School termasuk salah satu sekolah yang menidaklanjuti gagasan Pak Blair.

Komunitas muslim

Sebagian orang mungkin yang bertanya-tanya mengapa sekolah Katholik Inggris yang satu ini menjalin hubungan dengan komunitas muslim di tempat yang jauh, seperti Pesantren Darun Najah, mengingat kota Keighley sendiri memiliki penduduk muslim yang cukup besar.

Kota kecil Keighley berada di West Yorkshire, Inggris utara
Kota kecil Keighley berada di West Yorkshire, Inggris utara

Manajer spesialis bahasa pada Holy Family Catholic School, Eileen Llewellyn, mengatakan, sekolahnya perlu menjalin kontak dengan komunitas, yang mewakili sosok umat Islam yang berbeda dengan yang selama ini mereka kenal.

"Saya rasa fantastis bahwa sebuah sekolah muslim menjalin hubungan dengan sekolah Katholik, sebab siswa kami bisa belajar banyak dari agama lain," katanya.

Dia menambahkan, agama sangat penting bagi siswa sekolah Katholik seperti HFS. "Dan, sangat bagus bagi mereka untuk melihat atau mendengar budaya yang sama sekali berbeda. Dan, mereka belajar menghormati budaya lain," tuturnya.

Menurut Llewellyn, langkah seperti ini bagus untuk kawasan di West Yorkshire ini, sebab Keighley yang berada di pinggiran Bradford. "Terjadi banyak ketegangan antar-kelompok komunitas tertentu di Bradford," tuturnya

Mengingat, wilayah tersebut juga memiliki ada banyak warga muslim. "Dan, sebagai sekolah Katholik, yang sebagian besar siswanya kulit putih, menghargai budaya lain adalah hal yang bagus," tambahnya.

Komentar siswa

Bagi guru seperti Eileen Llewellyn, gagasan untuk lebih mengenal komunitas muslim di Indonesia lain mungkin lebih mudah dicerna. Tapi, bagaimana dengan para muridnya?
Siswa HFS menikmati istirahat makan siang di halaman sekolah

Salah seorang siswa Holy Family School mengatakan, mereka dulu sama sekali tidak mengenal Indonesia.

Guru mereka, yang pulang dari Darun Najah, memperkenalkan mereka dengan Indonesia.

Murid laki-laki tersebut bahkan bisa memperkenalkan diri dalam bahasa Indonesia.

Sedangkan, siswi ini mengatakan, dia kerap mendengar nama Indonesia setelah bencana tsunami tahun 2004.

Dan, setelah berkenalan dengan beberapa guru dari pesantren Darun Najah, mereka mengaku mereka kini tertarik untuk menggali lebih banyak informasi.

Dua murid Holy Family School mengatakan, Indonesia negara hebat, seraya mengutarakan minatnya untuk bisa berkunjung ke Indonesia suatu hari kelak.

Dan, seorang murid perempuan HFS berpendapat, mengenal bangsa dan agama lain akan membuat dia lebih memahami bangsa lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar